Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Friday, November 19, 2010

What a Small World

"Masih sulit percaya kamu bisa kenal sama Axel, what a small world." Abi memecah kesunyian, setelah sekian lama kami berdiam diri dalam perjalanan meuju rumahku. Aku hanya tersenyum dingin.
"Kamu kok nggak pernah cerita kalau kenal Axel Ra?" sambungnya lagi.
"Nggak ada yang spesial jadi buat apa aku cerita-cerita, lagipula mana aku tahu kalau kamu bershabat baik sama dia." ujarku. Abi diam tak menimpali.
"Temen-temen kamu memang nggak ada yang nyenengin ya Bi..." tukasku seraya memejamkan mata.

Abi paham dengan bahasa tubuhku yang sudah tidak mau membahas lagi mengenai dinner tadi. Memberikanku kesempatan untuk mengistirahatkan tubuhku sejenak. Yaa karena pikiranku memang belum bisa aku ajak rileks. Ingatanku kembali melayang...

"Terus perempuan cantik di sebelah gw nih nggak berniat lo kenalin Xel?" goda Abi.
"Oh ya kenalin ini Alena Fabian, dia rekan kerja gue." Axel menyeringai nakal.
"Halo Alena gue Abi, dan ini Nara." Abi menjabat tangan si wanita cantik bernama Alena dan mengenalkanku.
"Hai Bi, halo Nara." ucapnya sambil tersenyum. Aku pun membalasnya dengan senyum kecil.
"Silakan lho kalian mau pesan apa, sorry banget nih kita udah makan duluan. Maklum nona satu ini lagi hamil janin monster, bawaannya lapar melulu." sambung Abi seraya menatapku dengan canda, aku melotot padanya.
"Hahaha udah pilih makanan kok tadi kita ya Xel, tinggal nunggu dianter aja." ujar Alena.
"Jadi kapan nikahnya? Udah hamil aja." sambung Axel.
"Ehh...nggak gue nggak hamil, kamu terlalu sih Bi bercandanya." tukasku galak.
"Hahahaha lo jadi serius gitu sih Xel? Itu bercandaan gue soal nafsu makannya Nara yang menggila." seringai Abi.
"Ohh gue pikir seriusan hamil." ada nada kelegaan dari ucapannya Axel.

Seorang pelayan datang membawakan menu pesanan Axel dan Alena.

"Jadi...lo Bi yang mengurus design interior kantor baru kita?" tanya Alena.
"Oh bukan, Nara yang urus soal itu. Gue sih sekedar rekomendasiin dia aja ke Axel." jawab Abi. Aku menoleh saat namaku disebut.
"Aku suka sama design yang kamu buat Ra, benar-benar mewakili konsep company kita." ujar Axel ramah.
"Bagus, jadi kapan bisa mulai gue masukkin furniture? Dan untuk list furniturenya bisa gue kirim malam ini juga, jadi bisa lebih cepat selesai semuanya." dengan sigap aku langsung menjawab umpan Axel.
"Hmm... as soon as possible Ra, karena memang aku ingin segera memulai bisnis ini segera di sini."
"Gue bisa bantu Ra untuk pemilihan furniture-nya." sambung Alena.
"Nggak usah Len, kamu beresin masalah legalitas aja dulu. Biar aku yang handle soal finishing kantor." Perkataan Axel membuatku tiba-tiba merasa dingin. Bagaimana bisa aku menghabiskan waktu bersama dengan dia memilih furniture, kenapa juga harus dia sih, kenapa nggak Alena aja yang mengurus masalah sepele begini. Dia kan bosnya, kenapa nggak dia aja yang beresin legalitas perusahaan. Tiba-tiba jadi banyak "kenapa" muncul di kepalaku.
"Jadi,Senin bisa?" sambung Axel.
Aku meminum teh manis yang sudah mulai dingin, "Besok aja, lebih cepat lebih baik" selain baik untuk perusahaanmu baik juga untuk kesehatan jiwaku.
"Ok, ini kartu namaku dan kartu nama kamu?" Axel menaruh selembar kartu nama di meja yang kmudian kuambil dan kumasukkan ke dalam agenda kerjaku seraya kuletakkan selembar kartu namaku di hadapannya.
"Dan besok jadinya kamu kerja? Padahal aku mau ajak kamu ketemu Bunda." protes Abi. Astaga aku lupa kalau besok ulangtahun Bunda Maya, ibunya Abi.
"Aku lupa, ya ampun... Siangan aku ke sana Bi, nggak lama kok kalau cuma pilih furniture." ujarku dengan penuh rasa sesal, Abi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menanggapi kealpaanku.
"Jadi besok kita ketemu dimana Ra?" tanya Axel.
"Langsung ketemu di Nine aja Xel, supaya lo lebih bisa membayangkan saat furniture itu sudah ditempatkan di sana. Nanti malam gue kirim by email portfolio furniture yang gue design, yang cocok sama konsep kantor yang akan lo tempatin. Pagi aja ya Xel, sekitar jam 8 ketemu langsung di lokasi. Nggak jetlag kan lo?"
"Ok, aku terlalu excited mau kerja bareng kamu sampai nggak berasa jetlag-nya Ra." seringai Axel yang tentu saja disambut dengan cengiran lebar Abi dan senyum manis Alena, aku? Kesal yang membuatku cemberut seketika.
"Yuk Bi..." aku menyelempangkan tasku, Abi menatapku ada kilasan tanya disana.
"Pulang, capek." sambungku. Abi tersenyum, "Baiklah Xel, mesti cabut duluan nih kita. Kasihan Nara udah capek, nanti calling calling ya Xel, toh lo udah di Jakarta bisalah kita atur waktu lagi buat Boys talk kapan-kapan." Abi berkata pelan.
"Yaahh...belum sempat ngobrol banyak ya kita, ya udah gampang deh nanti gue kontek lo ya Bi, banyak yang mau gue bahas sama lo."
"Yuk Len, duluan ya kita... Sampai jumpa lagi." pamitku ramah seraya cipika cipiki. "Mari Xel, duluan ya." aku menjabat tangannya, Abi pun menjabat tangan Alena.

Bisa ya pertemuan yang cuma sebentar tapi aku merasa begitu lama waktu berjalan. Aku harus segera menuntaskan pekerjaanku ini, supaya tidak perlu lagi aku berhubungan dengan Axel.

"Ra...Nara...udah sampai Ra, bangun dulu." tubuhku diguncang pelan. Tak terasa selama berkelana dengan pikiranku, kini aku sudah sampai di rumah.

Aku rindu tempat tidurku, aku butuh tidur. Besok akan jadi hari beratku, semoga tidak ada hal-hal yang terjadi di luar kendaliku. Aku sudah tidak memperdulikan Abi, terlalu lelah, selamat tidur semuanya.

Post a Comment