Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Monday, November 15, 2010

Axel Rahardjo

Kuhirup dalam-dalam aroma kota ini. Jakarta.
Berapa tahun aku tidak pulang? 5 tahun? 6 tahun? Sudah bertahun-tahun.
Hawa panasnya bahkan sudah mulai terasa padahal aku masih berada dalam bandara.

Semrawut kemacetan dalam rintiknya hujan segera menyambutku begitu taksi meluncur meninggalkan bandara, menuju pusat kota Jakarta. Tubuhku lelah setelah belasan jam berada dalam pesawat, namun otakku masih tidak bisa istirahat. Rasanya tidak percaya, kalau saat ini aku kembali menginjakkan kaki di negara ini, dikota kelahiran Papa. Dikota tempat Nara berada.

"Ah, Nara..seperti apa kamu sekarang?". Kenangan itu menyeruak bagai tak terbendung. Wajah Nara, senyum Nara, semua hal tentang Nara segera muncul secara acak bertubi-tubi tanpa mampu kuhentikan.

Dan sekarang, tanpa sadar aku sudah berdiri disini. KENANGA COFEESHOP, begitu bunyi tulisan pada papan kayu kecil yang tergantung didepan pintu. Dengan ragu, aku melangkah masuk.

Mataku langsung mencari-cari ke pojok kanan kafe, berharap menemukan sesuatu. Dan ya, ternyata aku beruntung hari ini, menemukanmu sedang duduk sendirian, berhadapan dengan 5 cangkir yang sepertinya sudah kosong. Dari depan pintu aku memperhatikanmu menyeruput tegukan terakhir dari cangkir didepanmu. "Hmm, its still early for too much coffee like that, Ra". Maka aku pun memanggil pelayan, dan memesankan satu cangkir teh aroma Vanilla dan tak lupa menuliskan secarik pesan sambil berbisik dalam hati "Semoga kamu masih suka, Ra".

Aku ragu untuk melangkah menghampirimu, namun kerinduan ini begitu membuncah. Melihatmu saat ini, ditempat ini, membuatku merasa waktu tiada pernah berputar. Ia berhenti. Tetap ada disini. Aku masih memandangimu dari jauh. Melihat ekspresimu yang terkejut ketika pelayan mengantarkan secangkir teh aroma Vanila. Dari sini, aku bisa melihatmu cukup jelas. Kamu tumbuh menjadi wanita muda yang cantik. Masih seketus dulu kah?

"Sorry Xel, aku ditunggu meeting kantor sebentar lagi. Selamat tinggal." Aku tersenyum kecil mendengar usaha susah payahmu untuk menghindari aku. Jelas-jelas aku melihat ekspresi kaget dan sikap grogimu. Tetap, dari dulu menggodamu akan selalu menjadi kesenangan tersendiri untukku. "Selamat tinggal? Hmm, yakin sekali kamu kalau kita tidak akan bertemu lagi?", aku tersenyum geli melihat kepergianmu. Nara...

Selepas kepergianmu, aku masih duduk sambil memandangi rintik hujan yang belum mau berhenti turun membasahi Jakarta. Pikiranku kembali melayang. Sambil menyeruput teh aroma Vanilla yang kupesan berbarengan dengan punyamu, aku mulai berpikir, mengingat kembali alasanku kembali ke Jakarta.

”We will expand our business to Indonesia, Xel...and I want you to in charge with the opening project there. You lived there for years, right? I’m sure you know about the market situation there. What do you think?”

Tawaran Jared bulan lalu tanpa pikir panjang langsung kuterima. Kembali ke Indonesia. Ke Jakarta.

Drrrttt…Drrrtttt….aku merasakan getaran ponsel disaku jeansku.

”Hallo”
”Hallo, Mr. Axel Rahardjo? This is Karina from the Ritz Carlton apartment. I would like to confirm about your departure. Is it today, Sir?”
“Ah…iya, saya sudah tiba di Jakarta. Mungkin 2 jam lagi saya sampai disana”, aku menjawab dengan bahasa Indonesia, bahasa Papa yang sudah bertahun-tahun tak kugunakan.
“Baiklah. Tolong kabari saya jika Anda sudah sampai. Kita bertemu dilobi ya, Pak Axel. Selamat Siang.”, suara ramah itu mengakhiri pembicaraan.
”Selamat siang. Terima kasih”.

Aku meninggalkan selembar uang seratus ribuan diatas meja, dan segera beranjak keluar. Taxiku masih menunggu didepan. Hmm, hidupku yang baru akan segera dimulai.

Post a Comment