Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Monday, November 15, 2010

Klien Misterius

Gedung kantorku hanya berupa rumah modern minimalis yang aku sulap menjadi sebuah kantor yang cukup nyaman. Ruangannya terdiri dari ruang tamu yang aku ubah menjadi loby, beberapa kamar aku ubah menjadi ruang kerja untukku dan staf kantor yang hanya berjumlah lima orang, sebuah kamar yang paling besar dijadikan sebagai ruang rapat, 3 buah toilet dan pantry. Cosmo Design Interior nama itulah yang aku pilih untuk bisnis ini.

"Mbak Nara, ini notulen rapatnya. Tadi waktu Mbak meeting ada telepon dari Mas Abi, katanya sekarang pemilik rumah Menteng sudah di Jakarta. Jadi nanti dia akan langsung kontek Mbak Nara buat segala urusannya."
"Thankyou Tari, Abi ninggalin nomor telepon si pemilik rumahnya nggak? Sejujurnya gue udah mati gaya ngerjain proyek rumah Menteng itu, baru kali ini gue ngerjain proyek yang orangnya jauh banget di Amrik." mataku tak lepas membaca notulen yang diangsurkan oleh Tari sekertarisku.
"Itu beneran ya? Mbak Nara beneran nggak tahu siapa pemilik rumahnya? Belum pernah ketemu?" pertanyaan Tari hanya kujawab dengan anggukan kepala.
"Katanya temennya Mas Abi?" lanjut Tari.
"Ya walaupun temennya Abi, belum tentu gue kenal, lo kan tahu Tar gue nggak begitu suka sama gaya bergaulnya teman-teman Abi. Berhubung gue udah kenal dekat sama Abi makanya gue bisa blend sama dia." aku lagi-lagi menjelaskan. Tari hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda dia paham dengan penjelasanku. Jam sudah menunjukkan jam 5 lewat, Tari pun pamit untuk pulang duluan. Dan aku kembali menekuni list furniture yang akan aku sodorkan kepada pemilik rumah Menteng.

Alunan lagu Because Of You milik Kelly Clarkson membuatku berhenti sejenak dari pekerjaanku. Sebuah sms masuk ke ponselku.
Sent: 22 Oct 2010 17:42
Abimanyu <+628111111461>
Naraku pasti kamu masih di kantor, can i sleep at your house tonight?
Aku tersenyum membacanya. Kutekan angka satu di ponselku. Muncul nama Abimanyu di layar ponselku.

"Boleh kan Ra?" suara di seberang sana bertanya dengan lembut.
"Nggak ada halo ya? Langsung todong, hahahaha." jawabku.
"Yah, kamu kok malah cuma ketawa sih. Aku capek banget nggak sanggup kalau harus nyetir ke Bogor."
"Makanya Pak Manajer pakai supir dong." aku masih menggodanya.
"Daripada aku bayarin supir, mendingan uangnya aku pakai buat bayar sewa menginap di rumah kamu." dia masih usaha untuk meluluhkanku.
"Hahahaha...oke tapi bayar ya, aku pegang omongan kamu." aku masih menggodanya.
"How about dinner?" tanyanya.
"Boleh, aku jemput kamu?"
"Aku aja yang ke Senopati, mobil kamu ditinggal aja ya di kantor. Lima menit lagi aku meluncur ke sana."
"Yaaahh Abi! Jam delapan aja deh, aku mau cek list furniture dulu nih." rengekku.
"Ehh besok itu Sabtu ya sayang, nggak ada acara lembur ya. keterlaluan deh kamu kalau soal kerjaan. Kasihan badan kamu kalau kamu forsir terus menerus begitu." entah sudah omelannya yang keberapa kali ini.
"Tunggu ya, sekitar 15 menit lagi aku sampai." tanpa menunggu tanggapanku, Abi sudah menutup pembicaraan.

Oh aku belum cerita ya, namanya Pradipta Abimanyu. Dia ini sosok yang paling aku segani setelah Ibu dan Mbak Keisha. Abi mengenalku jauh lebih baik dari diri aku sendiri, dia sosok yang selalu ada baik saat aku senang maupun susah. Meskipun sangat dekat, aku jarang menemani Abi di waktu-waktunya saat bersosialisasi dengan sahabat-sahabatnya. Tidak banyak juga sahabatnya Abi yang aku kenal dekat. Pandangan sinis dari para pengagum Abi sebenarnya menjadi salah satu hal yang membuat aku tidak merasa nyaman berada di lingkungan pergaulannya. Sudah sampai bosan aku menasehati Abi untuk segera memiliki pasangan supaya ada yang menemaninya di acara-acara khusus, tapi tetap saja dia betah menjomblo. Yes! He is eligible bachelor in Jakarta, arsitek muda berumur 31 tahun dengan wajah tampan, kulit sawo matang yang justru menurutku lebih tampak seperti pria latin daripada orang Jawa . Entah perempuan macam apa yang Abi cari, semua teman wanitaku sudah habis aku kenalkan semua padanya, tapi tidak satu pun yang berlanjut ke tahap serius.

Restoran Mbah Jingkrak jadi pilihan kami. Aku lagi butuh sesuatu yang pedas biar mataku bisa tetap melek malam ini. Yaa, walaupun aku nggak yakin akan bisa bekerja malam ini dengan adanya Abi di rumah. Hampir di semua hari saat Abi singgah, dia selalu saja berhasil membuatku menurut untuk istirahat. Setelah mengambil makanan yang diinginkan kami duduk berhadapan di sebuah meja.

"So...kayaknya kamu udah harus kasih tahu aku deh siapa klien aku yang sebenarnya." aku membuka obrolan.
"Klien kamu? Siapa?" tanya Abi.
"Kalau aku tahu dia siapa aku nggak akan tanya kamu, heran deh punya klien kok misterius. Tandatangan kontrak kamu, kirim layout design ke email kamu, menunggu persetujuan dari kamu, bayar down payment kamu, jangan-jangan sebenernya rumah Menteng itu memang rumah kamu ya Bi? Huuhhaahhhh hahh..." Abi menyodorkan segelas teh manis hangat melihatku kepedesan.
"Makanya makan dulu sih, heran deh selalu saja pekerjaan yang jadi topik obrolan kamu. Kapan mau istirahatnya Ra?" lagi-lagi Abi mengomeliku.
"Makanya kasih tahu aku dong, siapa klien misterius itu kenapa juga harus melalui kamu hubungannya, kenapa nggak aku langsung yang kontek dia? Aku kenal nggak sih sama dia?" aku mulai bertanya-tanya.
"Hmm...kayaknya kamu nggak kenal sama dia Ra. Selama ini aku yang handle urusannya karena dia memang sahabat baik aku, dan katanya sih aku orang yang paling bisa dia percaya makanya dia serahin semuanya ke aku, dari mulai tandatangan kontrak sampai pembayaran. Tapi kamu tenang aja deh, semua email yang kamu kirim ke aku itu aku bicarakan ke dia kok. Jadi jangan takut design kamu nggak sesuai sama selera dia, pokoknya apa yang udah aku setujuin kemarin-kemarin, itu juga sudah atas persetujuan dia Ra." Abi menjelaskan panjang lebar.
"Oke, jadi Senin aku ke Menteng bisa langsung ketemu dia kan?"
"Nanti dia juga kesini kok, sebentar lagi sampai. Udah aku telepon orangnya tadi sebelum jemput kamu."
Aku berhenti bertanya-tanya dan fokus menghabiskan makanan di hadapanku. Sampai...

"Hai Bi sorry, udah daritadi ya?" sebuah suara yang baru beberapa hari lalu kudengar kini kudengar lagi.
"Hai Xel!! It's nice to see you bro." Abi merangkul sosok yang baru datang itu.

Aku terpana....

Post a Comment