Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Monday, November 15, 2010

Kenalkan Aku Nara

Huruf-huruf ini semakin samar terlihat, satu bundel layout design yang entah sudah berapa kali dilihat tidak juga membuat otak kreatifku bekerja. Penat, pekerjaan ini sudah berhasil membuatku tidak tidur selama tiga hari. Mungkin memang sudah saatnya aku mengistirahatkan dahulu tubuhku untuk beberapa menit. Cangkir kopi yang kelima siang ini, sudah habis tak bersisa. Hmm... sepertinya aku perlu sesuatu yang menenangkan. Baru saja aku hendak mengangkat tanganku untuk memesan teh favoritku, seorang pelayan berperawakan kurus sudah datang menghampiriku membawa secangkir teh.

"Permisi Mbak, silakan dinikmati vanilla tea ini." tangannya mengangsurkan secangkir teh beraroma vanilla favoritku ke atas meja.
"Oh...terimakasih." jawabku dengan tersenyum, pelayan itu undur diri.

Hei...sejak kapan cafe ini mempekerjakan seorang pelayan yang bisa membaca pikiran? Sungguh efisien sekali, tanpa perlu bersusah payah memesan menu, si pelayan sudah langsung datang mengangsurkan menu yang diinginkan konsumen. Otakku masih terus berpikir sementara lidahku sudah terbuai dengan rasa vanilla dalam teh yang kuminum. Benar dugaanku, untuk sejenak perasaan tenang bisa kurasakan hanya karena efek teh vanila. Saat kukembalikan cangkir ke meja, barulah aku menyadari keberadaan secarik kertas yang menyertai teh tersebut.

"Selamat menikmati... semoga vanilla tea ini masih tetap jadi favorit kamu. Really nice to see you again after so many years we did not meet. :)"

Kunikmati lagi rasa teh vanila setelah meletakkan kertas tak bertuan. Mataku menatap rintik hujan melalui jendela cafe, telingaku nyaman mendengarkan suara air yang menenangkan. Dengan harapan melupakan sebersit pikiran mengenai siapa tuan baik hati yang memberikan secangkir teh favoritku.

"Cantik..." sebuah suara memecah lamunanku.
"Hujan memang selalu tampak cantik di mataku." jawabku dingin tanpa menoleh kepada pemilik suara.
"Hahahaha...kamu jauh lebih cantik daripada hujan di luar Ra. Long time no see, how are you Nara?" tanpa dipersilakan, dia pengirim teh yang baik hati sudah duduk manis di hadapanku.
Tuhan...senyumannya itu tidak berubah sedikit pun meskipun sudah bertahun-tahun kami tidak berjumpa.
Aku tersenyum dingin, "I am good and you also look good Axel." Tanganku mulai sibuk mengemasi semua barang-barangku. Memang sudah saatnya aku harus kembali ke kantor.
"Hei...kamu mau kemana Ra? Kita baru ketemu, masa kamu nggak kangen sih sama teman lama setelah bertahun-tahun nggak ketemu. Paling nggak, kita ngobrol dulu lah barang sepuluh dua puluh menit." Axel sepertinya paham kalau aku akan segera pergi dari cafe itu.
"Sorry Xel, aku ditunggu meeting kantor sebentar lagi. Selamat tinggal." Aku undur diri tanpa menunggu balasannya dan segera menuju kasir untuk membayar tagihanku.

Kenalkan aku perempuan biasa yang berusaha untuk tetap hidup setiap harinya dengan bekerja. Nara Azalia Beryl, Ayah dan Ibu melabeli diriku. Si makhluk introvert tapi bahagia dikelilingi orang yang menyayanginya, itulah diriku. Saat ini aku tinggal seorang diri di rumah mungil peninggalan orangtuaku, paling tidak satu tahun sekali aku sempatkan pulang ke Solo menemui orangtuaku. Aku anak bungsu dengan satu orang kakak yang cantik bernama Keisha, dia tinggal di Solo menemani Ibuku. Ayahku? Entahlah, aku sendiri tidak tahu dimana dia sekarang, masih hidup ataukah sudah mati, aku sudah tidak perduli, berusaha tidak perduli tepatnya. Aku bahagia dengan aku yang sendiri atau saat aku sedang bersama pekerjaanku. Abi yang selalu menjadi penghiburanku kapan pun aku butuh seorang manusia untuk menyadarkanku kalau aku masih masuk jenis makhluk sosial.

Sedikit perkenalan mengenai siapa aku, aku akan bercerita lebih banyak mengenai diriku nanti. Sekarang aku harus menyetir dulu sebelum asistenku meneror dengan telepon-telepon horor hanya untuk mengingatkan mengenai meeting schedule.

Post a Comment