Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Friday, April 15, 2011

Kejutan?!

Okay, I'm really confused now. Tadi aku sudah mencoba untuk menekan amarahku terhadap Jason dan menikmati kehadiran Abi, Nara, ibu mereka dan bahkan Zilli. Namun percakapan singkat dengan Nara sebelum kami berpisah mengubah amarahku menjadi kebingungan yang sangat. And when I say confused, I mean REALLY CONFUSED. Sebelumnya, rencanaku setelah ini amatlah jelas. Tadi setelah selesai makan siang, aku berpura-pura ke toilet. Padahal aku memesan last minute ticket ke Hong Kong, dengan rencana untuk menyambangi Jason dan mengkonfrontasi dia soal Zilli. Tapi sekarang... aku benar-benar bingung tentang apa yang akan aku lakukan.


Aku tersadarkan dari pikiranku saat panggilan boarding pesawatku terdengar. Iya, dengan pikiran yang kalut aku tetap memutuskan untuk berangkat ke Macau malam ini juga. Tergantung apa yang terjadi di sana, mungkin aku akan pulang besok atau lusa. Bagaimanapun juga, Jason adalah satu-satunya petunjuk yang aku punya untuk mengungkap siapa ayah Zilli. Pada saat-saat seperti inilah aku berterimakasih kepada Tuhan karena aku telah diberikan berkah yang melimpah untuk dapat memuaskan ego dan rasa ingin tahuku.

"Thank God for the Internet!" seruku dalam hati. Tanpa kehadiran WiFi di Bandara Soekarno Hatta, aku tidak akan bisa menghubungi Jason dan mendapatkan alamatnya.


So, a flight, a speed boat trip and a taxi ride later... here I am: Lily Court Apartment - Ocean Garden - Taipa Island. Aku melihat kiri-kanan dan mengagumi lingkungan sekitar. Tempat ini sangat family-friendly, sama sekali tidak mencerminkan kepribadian Jason. Seraya menekan tombol no 17, aku merenungkan perubahan Jason sejak dia mengenal tunangannya itu. Berita pertunangannya dengan Ling memang menjadi topik pembicaraan heboh di keluarga besar Raharjo.

"Akhirnya Jason bisa juga jadi pria yang lebih dewasa dan bertanggung jawab." kata Eyang Uti lega saat mendengar beritanya.


"What brings you here?" adalah ucapan pertamanya saat membuka pintu. Satu tabiat Jason yang straight-forward ini tampaknya tak akan pernah hilang. Terdengar suara Ling menimpali, "Jason, Honey, is that how you treat your dear cousin?"

"Ling, how's your study?" kataku pada wanita berperawakan kecil itu saat dia menampakkan wujudnya sembari mencubit Jason.

"You wouldn't believe how anal those professors can be." komentar pedasnya atas para professor di University of Macau.

“I’ll take your word for it.” sahutku lagi.


Setelah beberapa lama bersenda gurau dan mengejar cerita tentang rencana pernikahan mereka, Ling pun meninggalkan Jason dan aku berdua, “I’m off to bed. You boys just talk about what it is that you need to. See you in the morning.”

“So? What brings you here?” tanya Jason sekali lagi kepadaku dengan wajah serius yang terus terang saja asing bagiku.

“Well, Zilli.”

“What about him?” tanyanya dingin.

“Oke, gue ga bakalan nuduh lo yang enggak-enggak. Nara udah bilang dengan jelas bahwa lo bukan bokapnya. Tapi lo satu-satunya clue yang gue punya soal Zilli.”

“Buat apa sih tanya-tanya soal Zilli?”

“He’s Nara’s son, Man.”

“Gue juga tau itu, Xel.”

“Ya masa mesti gue terangin lagi ke lo bahwa gue itu ga bisa lepas dari Nara?”

“Oke, terus kenapa kalo lo ga bisa lepas dari Nara?”

“Jason, if you ask me one more silly question, I swear I’ll whack that oversized head of yours.” hardikku kepadanya.

"Axel, Cousin... chill...” kata Jason seraya menuangkan kopi yang tadi dibuatkan oleh Ling ke cangkirnya dan cangkirku. “Sit down and I’ll tell you the whole story.”

Aku pun duduk di hadapannya dan menatapnya lekat-lekat.

“Inget waktu terakhir gue ngajak lo gila-gilaan di Jakarta?"

"How can I forget? Kita gila-gilaan pake modal hasil double dare lo ke gue. That was my worst hangover ever."

"Hahaha, good then. You're not following my footsteps.”

“Oke, hubungan gila-gilaan waktu itu sama Nara?”

“Lo masih inget apa yang lo lakuin buat dapet tu duit?”

“It was my one and only time that I went to a sperm bank. What do you think?”

“Well, you know what?"

"Apa?" sambarku tak sabar.

"Gue dan Nara waktu itu di Spore juga drunk gila-gilaan dan beli sperma lo dari itu bank. Man, it cost me a fortune. Ternyata transfer satu vial kecil berisi protein beku bisa banget ngabisin gaji gue sebulan. Kampret." Sampai titik ini, dahiku sudah mulai menitikkan keringat dingin mengambil sebuah kesimpulan yang tampaknya amat absurd.

“Besoknya kita ambil dan langsung inseminasi buatan di klinik temen gue yang dokter kandungan.”

"Lo jangan bilang..." kataku untuk meminta konfirmasi terakhir.

"Iya. Zilli is yours." sahutnya dengan nada tenang dan wajah yang tersenyum puas.

Aku terdiam dan terhenyak.

“Glad I could get that out of my chest. See you in the morning.” Katanya lagi sambil beranjak ke kamar tidur.

2 comments:

  1. awwww..saya suka ceritanyaaaa....lanjutkan!!!!

    ReplyDelete
  2. Sekarang setelah gue baca, ko kayanya ajaib bener dapet plot twist yang kaya gini ye? :P

    ReplyDelete