Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Wednesday, April 13, 2011

Obrolan Dua Sahabat

Setelah bertemu Bunda dan Ibu Ajeng yang tak lain adalah Ibu dari Nara, aku dan Axel memisahkan diri. Makan siang masih disiapkan, Nara dan Zilli pun sepertinya masih asik melepas rindu sekalian packing.
"Zilli itu anak kandung Nara Bi? Serius?" Axel tiba-tiba bertanya.
Aku tersenyum kecil, "Iya, anak kandungnya...kaget ya?" tanyaku kembali.
Axel mengangguk pelan, "Kapan nikah dia?"
"Unwed mother, single parent" jawabku lagi, kulihat tatapan kaget Axel.
"Kok bisa?"
"Hahaha pertanyaan lo nih aneh banget sih Xel, ya bisa lah, lo make out sama lawan jenis lo, terus hamil. Bodoh tau nggak pertanyaan lo."
"Maksud gue, ini Nara lho Bi. Gue tahu seperti apa Nara itu, bukan perempuan ceroboh, bukan perempuan kebanyakan yang bebas-bebas macem temen-temen kita."
"Makanya gue sendiri pengen tahu, laki-laki macam apa yang bisa-bisanya memanipulasi pikiran Nara. Dia perempuan paling logis yang gue kenal."
"Umur berapa Zilli Bi?"
"Lima, mau enam."
Ada gelisah di mata Axel, kerutan di dahinya menunjukkan betapa dia berpikir keras, mengenai apa hanya dia yang tahu. Tapi tetap, kekagetannya tentang Zilli membuatku bertanya-tanya.
"Bi...lo sama Nara ada hubungan apa? Sorry nih kalau kesannya pengen tahu banget." tanya Axel setelah diam beberapa saat.
"Nah...lo sama Nara bisa kenal itu gimana ceritanya?" tanyaku kembali.
"Kebetulan kenal karena sama-sama suka mendatangi kafe yang sama, beberapa kali ketemu, ya gue deketin, ajak kenalan, ajak ngobrol-ngobrol, deket deh. Lo belum jawab pertanyaan gue." Axel kembali menunggu jawabanku.
"I love her, really love her... Ibu Ajeng itu adik sepupu nyokap gue. Tapi gue sih nggak peduli yah, gue cinta, ya gue tetep usaha terus buat deketin dia. Toh udah jauh juga kan hubungannya, bukan sepupu langsung. Gue sebenernya masih aneh sama hubungan lo sama Nara, lo bisa bilang deket, sedeket apa emang?" selidikku.
"Dulu Bi, ya deket-deket gitu aja." Axel tampak menghindari pertanyaanku, "by the way, dia tau soal perasaan lo?" aku hanya mengangakat bahuku.
"Entahlah, gue sih selama ini selalu berusaha ada di sisi dia. Kasih dia support kapan pun dia perlu, tapi itulah Xel. Nara nih entah pura-pura bodoh atau emang beneran nggak sadar, dia tetep lo coba nyomblangin gue sama temen-temen ceweknya."
"Hahahahaha... ungkapin dong." goda Axel.
"Sejarah hidup Nara agak tragis, makanya gue masih nunggu waktu yang tepat." gumamku.
"Soal bokapnya ya..."
Aku serius kaget mendengar ucapan Axel, hanya sedikit orang yang tahu tentang Ayah Nara. Segera kutepis kekagetanku, "dan juga soal Ayah Zilli yang masih jadi misteri buat kita semua." tambahku.
"What? Jadi kalian nggak tau siapa ayahnya?" Kekagetan tampak jelas di suara Axel.
"Cuma Nara yang tahu, and she keep it. Dia sadar kalau dia hamil sepulangnya dari magang di Singapura, dia tampak shock tapi tetap coba untuk tegar. Kita semua coba tanya dengan halus ke dia, dia nggak jawab dan cuma bilang, aku sayang sama anak ini dia nggak salah. Sedih nggak sih lo, bayangkan Xel. Makanya kalau gue sampai ketemu sama bajingan itu, dia harus ngerasain tonjokan gue." jawabku berapi-api.
"Bule gue rasa bokapnya, mukanya Zilli indo banget soalnya. Matanya, tatapannya nggak asing." Axel memberi komentar.
"Nara cuma bilang, ayah kandungnya Zilli nggak di Indonesia, jadi ya gue simpulkan, mungkin kenal waktu di Singapura." lanjutku kemudian.
Belum sempat Axel komentar, panggilan ceria Zilli membungkam kami.
"Om Abi! Om Axel! Ayo kita makan, udah dipanggil Eyang!" teriaknya.
Aku tersenyum mengajak Axel untuk segera menuruti titah malaikat kecil ini, sempat kukatakan "Xel, simpen obrolan kita tadi,jangan sampai Nara tau soal obrolan tadi."

Post a Comment