Serial Secangkir COkelat dan kopi

Serial Secangkir Cokelat dan Kopi di sini

Wednesday, April 13, 2011

Our First Morning Together Again

Jakarta di pagi hari ini sungguh bersahabat, no traffic jams. I wish it could be like this everyday. Banyak sekali yang sudah berubah dari kota ini. Untung saja jalan-jalan besarnya tidak berubah banyak. Seminggu sudah aku membiasakan diri menyetir di Jakarta. Setidaknya aku sudah dapat mencapai kantor, apartemen dan beberapa tempat kenanganku tanpa tersasar.
Sembari kakiku menginjak pedal gas dan tanganku mengoreksi gerakan roda kemudi, aku terhanyut memikirkan kejadian kemarin malam...

Aku tak menyangka akan bertemu Nara kembali di minggu yang sama. Rupanya dialah interior designer yang direkomendasikan Abi untuk menangani kantor NINE. Aku tidak tahu sejarah macam apa yang dia miliki dengan Nara. Mereka tampak sangat dekat. Jujur saja, aku merasa agak terganggu dengan hubungan mereka. Apakah mereka pasangan kekasih? Atau teman baik? Suatu saat nanti aku harus bertanya kepada Abi.

Si Cantik tampak cukup terkejut saat menyadari bahwa kita terikat kontrak kerja. Terkejut dan ketus. Untungnya masih ada Abi dan Alena yang memaksanya tidak go-all-out dengan sikap ketusnya terhadapku itu. Sepanjang makan malam yang singkat itu, hanya sedikit hal yang bisa aku usahakan. Aku bahkan sempat sedikit terkejut saat mendengar si Cantik tengah mengandung.
"Silakan lho kalian mau pesan apa, sorry banget nih kita udah makan duluan. Maklum nona satu ini lagi hamil janin monster, bawaannya lapar melulu." Abi mengagetkanku dengan ucapannya.
Untungnya hal tersebut hanya gurauan Abi saja. Dengan keadaan yang kurang mendukung, aku berhasil membuat Nara untuk bertemu kembali denganku hari ini. Dan di saat yang sama, membebaskan diri dari keperluan untuk mempelajari kembali legalitas perusahaan yang aku yakin akan benar-benar memusingkan untuk dihadapi. Semoga aku bisa membuat Nara sedikit melunak pada hari ini.

Agar tujuan itu tercapai, Kenanga adalah tujuan pertamaku di hari ini. Vanilla tea adalah senjata pertamaku.

Sesampainya aku di NINE, aku merasa lega. Aku yang pertama datang, mobil Nara tak terlihat di parkiran. Jadi akupun menunggu kedatangannya sambil menyeruput vanilla tea milikku.

Eh? Bukankah itu mobil Abi? Mengapa Abi lagi yang mengantarkan Nara? Banyak pertanyaan dan asumsi yang berkeliaran di benakku tapi kuhiraukan semuanya.
"Sampai juga akhirnya Ra."
"Sorry..belum terlambat dari waktu yang ditetapkan tapinya kan?!" sahutnya ketus. Langsung kusodorkan senjata pertamaku padanya.
"Aku baru sampai juga kok, tadi sempetin ke Kenanga dulu buat beli ini."

Tampaknya senjata pertamaku terbuang percuma. Selain pembicaraan bisnis, Nara bahkan ber-gue-lo denganku. Setelah kutanyakan padanya, dia malah menggunakan saya-Anda. Tampaknya dia benar-benar memelihara dendamnya atas kepergianku 6 tahun yang lalu.

"Ra, tunggu." sahutku saat dia beranjak pergi.
"Ada apa lagi, Pak Axel?" jawabnya dingin.
"Kamu ada janji sama siapa?"
"Urusan pribadi saya adalah privasi saya."
"Oke, maaf jika kamu merasa aku terlalu privy. Tapi aku harus tahu, apakah janjimu itu dengan Tante Maya? Karena akupun sekarang akan ke rumah Tante Maya."
"Kamu mengenal Bunda?"
jawabnya dengan agak terbata.
"Aku kan bareng sama Abi dari awal kuliah. Masa iya aku tidak mengenal Tante Maya?" jawabku lagi. "Kalau gitu kita langsung aja yah ke rumah Tante Maya." kataku seraya membukakan pintu mobilku.

"Kalau kamu menyangka aku akan menyerah semudah itu, kamu salah, Nara."
kataku dalam hati saat kami berangkat menuju rumah Tante Maya.

Post a Comment